HEMODIALISA

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.     Latar Belakang

       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak terhadap kompleknya masalahehatan. Sejalan dengan hal tersebut pelayanan kesehatan juga mengalami perkembangan akibat meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat. Apalagi dengan adanya pergeseran budaya yang menyebabkan perubahan pola hidup yang berdampak terhadap munculnya berbagai penyakit terminal. Penyakit terminal adalah suatu keadaan yang menurut akal sehat tidak ada harapan lagi untuk sembuh, salah satu penyakit terminal itu adalah penyakit gagal ginjal (Nugroho, 2000).
    
   Penyakit ginjal merupakan salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh dibanyak negara seluruh dunia. Beberapa penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar: (1) gagal ginjal akut,dimana seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi akhirnya membaik mendekati fungsi ginjal normal, dan (2) gagal ginjal kronis, dimana ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu persatu yang secara bertahap menurunkan seluruh fungsi ginjal ( Price dan Wilson, 2006).

       Dalam penatalaksanaan pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronis dapat dilakukan melalui terapi pengganti ginjal dimana salah satu terpi pengganti gagal ginjal adalah dilakukannya dialisis yaitu dengan tindakan hemodialisa. Hemodialisa (HD) adalah cara pengobatan atau prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun yang dilakukan dengan mengalirkan darah melalui membrane semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh.
   
    Dari banyaknya pasien gagal ginjal yang dating berobat ke rumah sakit, tidak semua penderita dilakukan hemodialisa. Sebagai salah satu indikasi dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal yaitu dilihat perubahan berkemihnya pasien gagal ginjal. Menurut Shardjono dkk (2001) indikasi dilakukan hemodialisa adalah anuria berkepanjangan (>5 hari), namun pada kenyataan praktek lapangannya tidak hanya pasien gagal ginjal yang mengalami anuria saja yang dilakukan tindakan hemodialia, tetapi pasien dengan oliguria pun dapat dilakukan tindakan hemodialisa.
     
  Pasien gagal ginjal yang dilakukan hemodialisa meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, yaitu suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan Nefrologi Indonesia, menjelaskan bahwa pasien hemodialisa tahun 2007 berjumlah 2.148 orang meningkat menjadi 2.260 orang pada tahun 2008 (Setyawan, 2009)










BAB II
PEMBAHASAN
A. pengertian
Diperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 pasien yang akhir akhr ini menjalani hemodialisis. hemodialisis merupakan suatu proses yang di gunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka pendek atau terapi permanen.sehelai membran sintetik yang semi permeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsi nya itu.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. namun hemodialisis tidak menyembuh kan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi nya terhadap kualitas hidup pasien.pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya 3 X seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui perasi pencangkokan yang berhasil.pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
        Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi atau perimeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semipermeabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semipermeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi ( smeltzer, 20010).

B.TUJUAN DAN FUNGSI
Menurut  price dan wilson (2006)tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain:
1)     Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksekresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme yang lain
2)     Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya di keluar kan sebagai urin saat ginjal sehat
3)     Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
4)     Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain

c.Indikasi
            Menurut konsesus Perhimpunan Nefrologi  Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 mL/menit,LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi  khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti edema paru,hiperkalemia,asidosis metabolic berulang,dan nefropatik diabetic.
Pada umumnya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit,sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah:
a.     Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b.     K serum >6 mEq/L
c.     Ureum darah > 200 mg/DL
d.    Ph darah <7,1
e.     Oliguria atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)
f.     Fluid overloaded ( Shardjono dkk,2001)

d. Kontra Indikasi

            Menurut  Price dan Wilson (2006) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif  terhadap presor,penyakit stadium terminal,dan sindrom otak organic.Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,akses vaskuler sulit,instabilitas hemodinamik dan koagulasi.Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit Alzheimer,demensia multi infark,sindrom hepatorenal,sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut ( PERNEFRI ,2003)
E.prinsip prinsip mendasari hemodialisis
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat zat nitrgen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.pada hemodialisis aliran dara yang penuh toksin dan limbah nitrogen dialirkan dari tubuh pasien ke aliser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Sebagian besar diaiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat afrisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang bekerja sebagai membran semi permiabel.airan darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnyapertukaran limbah dari darah ke dalam cairan akan dialisat akan terjadi melalui membran semi permeabel tubulus.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmsis, dan ultrafiltrasi. toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi lebih rendah. cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstra sel yang ideal.kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialisate bath) seara tepat. (pori-pori kecil dalam membran semipermeabel tidak memungkinkan lolos nya sel darah merah dan protein).
Air yang berlebihan dikeuarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi ke tekanan lebih rendah. gradien ini dapat ditingkatkan melalaui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisi. tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebgai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. karena pasien tidak dapat mengekresiakan air, kekuatan ini diperoleh untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia(keseimbangan cairan).
Sistem dapar (buffer sistem)tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dengan cairan dialisat ke dalam darah pasiendan mengalami metabolisme untuk membentuk karbohidrat. darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalaui pembulu vena pasien.
Pada akhir terapi diaisisbanyak zat limbah telah dikeluarkan,keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah diperbaharui.
                Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplkasi yang dapat terjadi (misalnya emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan, pembesaran darah kontaminasi dan komplikasi terbentuknya piral atau pistula). Perawat dalam unit dialisis memiliki peranan yang penting dalam memantau serta memberi dukungan kepada pasien dan dalam melaksanakan prokram pengkajian dan pedidikan pasien yang berkelanjutan.
                Alat dialisis yang ada sekarang telah mengalami perubahan dari segi teknologi, dan banyak kemajuan telah dicapai dalam penanganan penyakit ginjal stadium terminal. Seperti dinyatakan sebelum nya, kebanyakan dialiser merupakan dialiser lempengan yanga ratak atau serat berongga. Perbedaan antara kedua bentuk ini terletak pada kerja dan biokompatibilitasnya. Biokompatibilitas mengacu kepada kemampuan dialiser untuk mencapai tujuannya tampa menimbulkan hipersensivitas, alergi atau reaksi yang merugikan lainnya.
                Sebagian dialiser akan mengeluarkan melekul dengan berat sedang dengan laju yang lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi. Hal ini diperkirakan akan memperkecil kemungkinan neuropati ekstrenitas bahwa yang merupakan komplikasi hemodialisis yang berlangsung lama. Pada umumnya semakin efesien dialiser, semakin besar biayanya.
f.akses pada sirkulasi pada darah
Kateter subklavia dan femoralis
Akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter dwilumen atau multilumen dimasukkan kedalam vena subklavia. Meskipun metode askes vaskuler ini bukannya tanpa resiko namun metode tersebut biasanya dapat da gunakan selama berminggu. Kateter femolaris dapat dimasukkan kedalam pembulu darah femolaris untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarka jika sudah tidak diperlukan karena kondisi pasien telah membaik atau terdapat cara askes yang lain.Keran mayoritas pasien hemodialisis jaka panjang yang harus dirawat dirumah sakit merupakan asien dengan kegagalan askessirkulasiyang permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien hemodialisis adalah perlindunagn terhadap akses sirkulasi tersebut.
Fistula
                Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan dengan cara menghubungkan atau menyambung pembulu arteri vena secara side toside (dihubungkan antar sisi) atau ende to side ( dihubungkan antara ujung dan sisi oembuluh darah). Fistula tersebut memerlukan waktu 4-6 minggu menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan agar Fistula pulih dan segmen vena mistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukaan kedalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui diliser.segmen arteri fistula digunakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakaa untuk memasukkan kembali darah yang sudah didialisis. Untuk menampung aliran darah ini, segmen arteri dan vena fistula tersebut harus lebih besar dari pada pembuluh darah normal. Kepada pasien di anjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran pembuluh darah ini dan dengan demikian pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang digunakan dalam proses hemodialisis.
Tandur
                Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material gore tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila bembuluh darah pasein sendiri tidak cocok untuk dijdikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas pasien dengan sisiem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasanga tandur sebelum menjalani hemodialisis. karena tandu tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, resiko infeksi akan meningkat.
g.penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang
Diet dan Masalah Cairan
                Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumouk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk lebih berat gejala yang timbul. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpkan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibat kan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien ini.
                Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium, cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam amino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahan kan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adaalah telur, daging, susu dan ikan.
Dampak diet rendah protein
                Diet yang besifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, sering merasa disingkirkan ketika beradah bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini diabaikan, komplikasi yang dapat memebawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi. Pasen merasa seperti dihukum bila bereaksi terhadap dorongan manusiawi dasar untuk makan dan minum. Jika seorang perawat menjumpai pasien dengan keluhan atau komplikasi akibat pelanggaran diet, tindakan untuk tidak memarahi dan menyalahkan pasien merupakan hal yang sangat penting.
Pertimbangan Medikkasi
                Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahan kan tampa menimbulkan akumuliasi toksik. Resiko timbulnya toksik akibat obat harus dipertimbangkan bila seorang bertanya, apakah obat ini aman untuk skait kepala.?
                Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolik obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya.
                Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi anti hipertensi, yang sering merupakan bagian dari sususnan terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan dan evalusai dapat memberikan hasil tang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat anti hipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat trjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
h.komplikasi
                Meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dannjuga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Paisen tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler arteri okslerotik. Gangguan metabolisme lipit tampaknya  semakin diperberat dengan tindakan hemodilisis gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina pektoris, stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi serta membuat pasien tidak berdaya. Anemia dan ras aletih dapat menyebab kan penurunan kesehatan fisik serta mental, berkurangnya tenaga serta kemauan, dan kehilanagn perhatian. Ulkus lambung dan maslah gastrointestinal lainnya terjadi akibat stres fisiologis yang disebabkan oleh sakit yang koronis, obat-obatan berbagai maslah yang berhubungan. Gangguan metabolisme kalsium akan menimbulkan osteobistrofi renal yang menyebabkan nyeri tulang dan fraktur. Masalah ini mencakup kelebihan muatan cairan yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif malnutrisi, infeksi, neuropati dan pruritus.
                Pasien tampa fungsi ginjal dapat dipertahankan hidupnya selama beberapa tahun dengan tindakan hemodialisis atau peritonealdialisis. Transplantasi ginjal yang berhasil dengan baik akan meniadakan kebutuhan akan terapi dialisis. Meskipun biaya dialisis diganti oleh perusahaan asuransi, namun keterbatasan kemampuan pasien untuk bkerja yang ditimbulkan oleh penyakit dan dialisis akan menimbulkan masalah besar dalam hal keuangan dipihak pasien dan keluarga.
               
Komplikasi trapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
Ø  Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
Ø  Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
Ø  Nyeri dada dapat terjadi karena Pco2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
Ø  Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.
Ø  Gangguan keseimbangan dialisis dapat terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
Ø  Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan eloktrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.
Ø  Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.



















BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

hemodialisis merupakan suatu proses yang di gunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka pendek atau terapi permanen.sehelai membran sintetik yang semi permeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsi nya itu.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. namun hemodialisis tidak menyembuh kan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi nya terhadap kualitas hidup pasien.

b Saran
1.Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat memberikan informasi,pendidikan tentang terapi hemodialisa khususnya penderita gagal ginjal.Selain itu diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan,perawatan,dan pengobatan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan serta perlunya memantau urine pasien selama 24 jam pada pasien gagal ginjal

2.Bagi penderita Gagal Ginjal
Pada penderita gagal ginjal diharapkan dapat mematuhi prosedur pengobatan dan terapi hemodialisa dari para tim medis agar tidak mengalami kemunduran kerja ginjal yang lebih parah,dan mempercepat penyembuhan





















DAFTAR PUSTAKA


Efendi.(2003).Nefrologi Klinik,Tata Laksana Gagal Ginjal Kronik.FK Unsri.Palembang
Mansjoer,Arif,dkk.(2000).Kapita Selekta Kedokteran.FKUI Jakarta : Media Aesculapius
Setyawan.(2009).http//:www.blogspot.Hemodialisa.com.Terapi dialisis.diakses tanggal 28 November 2011
Smeltzer C.Suzanne.(2002).Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Sudarth Vol II Jakarta:EGC


jurnal buk rinco kelompok 1,2,3,4 dapat di download di sini
4shared.com

ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATRTHIS


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATRTHIS
Dalam penyusunan makalah ini penulis masih banyak kekurangan dan kekhilafan baik materi, tata bahasa dan isi ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis
Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan dengan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang sesuai dari Allah SWT, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua



Medan,   09   Mei  2013

                                                                                                            Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople,1997).
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia Dibandingkan dengan jantung  dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes (Health-News,2007).
B. TUJUAN
·         Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang rheumatoid arthritis yang terjadi pada lansia.
·         Tujuan  Khusus
Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala yang     terjadi pada lansia penderita rheumatoid artritis.
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan gerontik yang sesuai  diberikan pada lansia dengan rheumatoid arthritis.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (www.medicastore.com).
Arthritis adalah istilah medis untuk penyakit dan kelainan yang menyebabkan pembengkakan/radang atau kerusakan pada sendi. Arthritis sendiri merupakan keluarga besar inflammatory degenerative disease, di mana bentuknya sangat beragam, lebih dari 100 jenis arthritis. Istilah arthritis sendiri berasal dari bahasa Yunani /Greek: Arthon /sendi dan it is/radang (www. wrm-Indonesia.org).
Atrhritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. (Arif Muttaqin, 2008;322)
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun (Brunner, 2002).



B.     ETIOLOGI
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1.      Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid factor
2.      Faktor metabolic
3.      Infeksi dengan kecenderungan virus

C.    PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.



D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda dan gejala setempat
·     Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah Poli artritis simetris sendi perifer, Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga Artritis erosive sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
2.      Tanda dan gejala sistemik
Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a.       Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b.      Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
c.       Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang


E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Tes serologi
Sedimentasi eritrosit meningkat
Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
b.      Pemerikasaan radiologi
Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi, Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
c.       Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
F.     PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah:
  1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
  2. merupakan memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
  3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
  1. Istirahat
  2. Latihan fisik
  3. Panas
  4. Pengobatan
    1. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
    2. Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
    3. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
    4. Garam emas
    5. Kortikosteroid
    6. Nutrisi à diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a.       Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
b.      Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c.       Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.



BAB III
ASKEP TEORITIS
A.    PENGKAJIAN
1.      Riwayat Kesehatan
·         Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
·         Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
2.      Pemeriksaan Fisik
·         Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
·         Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
·         Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
·         Catat bila ada krepitasi
·         Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
·         Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
·         Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
·         Ukur kekuatan otot
·         Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
·         Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3.      Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu:


B.     Tabel Analisa Data
No
Symptom
Etiologi
Problem
1.
Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic
Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi
Nyeri
2.
Keengganan untuk mencoba bergerak/
ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
3.
Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan Citra Tubuh
4.
Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
Defisit perawatan diri
5.
Sering terjatuh
Aktifitas menggunakan alat bantu.
Penurunan aktifitas motorik
Hilangnya kekuatan  otot dan sendi,  penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik
dan motorik.


C.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1.      Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3.      Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas.
4.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak, atau depresi.
5.      Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degenerative jangka panjang, system pendukung tidak adekuat.
6.      Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.









D.    Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis  (doenges, 2000).
Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.
Tindakan                             
Rasional
Mandiri :

1.     Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.
1.     Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
2.     Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
2.     Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga  pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian  tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
3.     Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
3.     Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
4.     Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
4.      Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
5.     Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
5.     Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.
6.     Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
6.     meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
7.     Berikan masase yang lembut.
7.     meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
8.     Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
8.     Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
9.     Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
9.     Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Kolaborasi :
10.  Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

10.  Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
11.   Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
·     Asetilsalisilat (Aspirin).









·     NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.

·     D-penisilamin (cuprimine).










·     Antasida


·     Produk kodein
11.  Obat-obatan:
·      Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.
·      Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.
·      Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi.
·      Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
·      Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
12.  Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
12.  Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.
13.  Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
13.  Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
14.  Pertahankan unit TENS jika digunakan.
14.  Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
15.  Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi.
15.  Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.





Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan
Rasional
Mandiri :

1.     Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.
1.     Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi.
2.     Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat  jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
2.     Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
3.     Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
3.     Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.     Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
4.     Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
5.      Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.
5.     Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
6.     Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
6.     Mencegah fleksi leher.
7.     Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan.
7.     Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
8.     Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda. 
8.     Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
Kolaborasi :
9.     Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.

9. berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
10.  Berikan matras busa/  pengumbah tekanan.
10. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.
11. Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
·         Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.







·         Steroid.
11. Obat – obatan :
·         Krisoterapi  (  garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis  /  terus – menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
·         Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
12. Siapkan intervensi bedah :
·         Atroplasti.


·         Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi.
·         Implan sendi.
12. Intervensi bedah :
·         Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
·         Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas.
·         Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.

Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.     Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan.

1.     Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.
2.     Diskusikan arti dari kehilangan  / perubahan pada klien / orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam  berfungsi dalam gaya hidup sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.
2.     Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3.     Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana  orang terdekat menerima keterbatasan klien.
3.     Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
4.     Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
4.     Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
5.     Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.
5.     Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi  lebih lanjjut / dukungan psikologis.
6.     Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.
6.     Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7.     Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.
7.     Meningkatkan perasaan kompetensi/  harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
8.     Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klie.
8.     Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
9.     Berikan respon/ pujian positif bila perlu.

9.     Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Kaloborasi :
10.  Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog,pekerjaan sosial.
10. Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
11.  Berikan obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan alam perasaan
11. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.

Diagnosa Keperawatan IV : kurang keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/ eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yang diantisipasi.

1. Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2. Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan.
2. Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien.
3. Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan.
3. Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
Kalaborasi :
4. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.

4. Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
5. Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulang.
5. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan, misaltim terapi okupasi.
6. Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal pelayanan perawatan di rumah, ahli nut
6. Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.

Diagnosa keperawtan V : Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah   b . d proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Kaji tingkat fungsional fisik klien.

1.Mengidentifikasi tingkat bantuan/ dukungan yang diperlukan klien.
2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri.
2. menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien.
3. Tentukan sumber –sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pedukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan.
3. Menjamin bahwa kebutuhan klien  akan  dipenuhi secara terus – menerus.
4. Identifikasi peralatan yang  diperlukan untuk mendukung aktivitas klien, misalnya peninggian dudukan toilet, kursi roda.
4. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah.
Kolaborasi :
5. Koordinasi evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.

5. Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara- cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirian.
6. Identifikasi sumber – sumber komunitas, misal pelayanan pembatu rumah tangga, pelayan sosial ( bila ada).
6. Memberkan kemudahan berpindah pada/ mendukung kontinuitas dalam situasi rumah.

Diagnosa keperawatan VI : kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b . d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

1. Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.
2. Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
2. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
3. Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis, periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan manajemen stres.
3. Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis yang kompleks.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
4. Keuntungan dari terapi obat –obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg.
5. Rekomendasikan pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal kolin magnesium trisalisilat
5. Preparat bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung.
6. Anjurkan kliean untuk mencerna  obat-obatan dengan makanan,susu atau antasida.
6. Membatasi iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari.
7. Identifikasi efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung, perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.
7. Memperpanjang dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak ( overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti.
8. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa prsetujuan dokter.
8. Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping  yang bebahaya.
9. Tinjuan pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.
9. Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.
10. Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunaan  berat badan sesuai kebutuhan.
10. Penurunan berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan kaki,dan telapak kaki.
11. Berikan informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan.
11. Mengurangin paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu untuk serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
12. Diskusikan teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.
12. Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.
13. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi.
13. mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang tekanan sendi dan nyeri.
14. Tinjau perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.




14.Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit.
15. Diskusikan pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar salisilat, PT.
15.Terapi obat – obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.
16. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.
16. Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri.
17. Identifikasi sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).
17. bantuan / dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.

E.     Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1.      Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri.
2.      Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
3.      Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
4.      Tercapainya pemenuhan perawatan diri.
5.      Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang.
6.      Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi. 



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.

Asuhan Keperawatan mengambarkan dan mencerminkan individualisasi perawatan yang perawat berikan. Proses-proses keperawatan yang dilakukan menunjukan pentingnya peranan perawat dalam proses pengobatan dan penyembuhan pasien. Intervensi yangdiberikan haruslah sesuai dengan masalah pasien dan diagnosakeperawatan yang ada. Akhirnya, dengan penyusunan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Artritis Reumatoid yang telah dibuatmenunjukan dan menjelaskan cara pembuatan asuhan keperawatan yangbenar dalam bentuk teori dan penangganan langsung kepada pasien.Penanganan langung dan kerjasama yang baik dengan keluarga pasien danpasien itu sendiri dapat mempermudah intervensi yang akan dilakukan.Pemahaman yang benar tentang penyakit ini dapat mempermudah dalam pembuatan Askep. Dengan mengetahui cara yang benar dalam pembuatan Askep dapat meningkat keterampilan dan kualitas dari perawat itu sendiri. Askep yang akurat juga dapat membantu dalam memenuhi syarat akreditasi asuhan keperawatan.

B.     SARAN
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai proses keperawatan/asuhan keperawatan khusunya tentang asuhan keperawatanpada pasien bronkitis, dapat menunjang kita dalam proses pembelajaranpada mata kuliah PKKDM II serta menjadi pedoman dan bahanpembelajaran dalam melaksanakan profesi kita sebagai perawat nantinya.Oleh karena itu dengan adanya bahan materi ini diharapakan kita sebagaimahasiswa mampu mengetahui definisi penyakit artritis reumatoid,etiologinya, anatomi dan fisiologi, patofisiologi dan patoflow artritisreumatoid, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnosis, terapi penyakit,komplikasi dari penyakit artritis reumatoid, prognosis dan pencegahanyang dapat dilakukan dalam proses keperawatan, dapat mengidentifikasi



DAFTAR PUSTAKA
1.      Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
2.      Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
3.      Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
4.      Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
5.      Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.               Jakarta : EGC.
6.      Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet.





CONTOH KASUS
Tuan x umur 47 tahun datang kerumah sakit umum dimedan dengan keluhan nyeri kaki dan kuku dibagian sendi jari-jari tangan dan pergelanggan tangan serasa seperti di tusuk-tusuk, sulit digerakan, kurang nafsu makan mualdan muntah, sering bangun di malam hari, gelisan, dan susah bergerak. dari pemeriksaaan fisik di dapatkan TD 90/70 mmhg, nadi 60x/m, pernapasan 18x/m dan temperatur  370C dengan skala nyeri 7. dan dari pemeriksaan diaknostik didapat pembengkakan, erosi sendi, dan sublukasio.(sinar X) dan ESR:meningkat, FR:>80, JDL:anemi sedang, LED: 85 mm/h.
PENGKAJIAN
DS:
·         Pasien mengatakan nyeri dan kaku pada sendi-sendi jari- jari tangan rasa seperti ditusuk-tusuk.
·         Pasien mengatakan seringterbangun di malam hari.
·         Pasien merasa tidak nyaman
·         Pasien mengatakan susah bergerak
DO:
·         Pasien kelihatan kelelahan.
·         Pasien kelihatan meringis.
·         KU: Lemah
·         TTV:
·         Suhu tubuh : 37 C
·         Denyut Nadi : 60 kali /menit
·         Pernafasan : 18 kali /menit
·         Tekanan Darah : 90/70mmHg
·         Edema pada sendi digitimanus, warna kemerahan.
·         Skala nyeri 7
·         Pasien terlihat gelisah
·         Pasien terlihat membatasi aktivitasnya
·         Pemeriksaan diagnostik:-
o   ESR: meningkat-
o   FR:>1:80Positif(80%)-
o   JDL : Anemia sedang-
o   LED: 85 mm/h


ANALISA DATA
Symptom
Etiologi
Problem
DS:
·         Pasien mengatakan nyeri dan kaku pada sendi-sendi jari- jari tangan rasa seperti ditusuk-tusuk.
·         Pasien mengatakan seringterbangun di malam hari.
·         Pasien merasa tidak nyaman
DO:
·         Pasien kelihatan kelelahan.
·         Pasien kelihatan meringis.
·         KU: Lemah
·         TTV:
·         Suhu tubuh : 37 C
·         Denyut Nadi : 60 kali /menit
·         Pernafasan : 18 kali /menit
·         Tekanan Darah : 90/70mmHg
·         Edema pada sendi digitimanus, warna kemerahan.
·         Skala nyeri 7
·         Pasien terlihat gelisah
·         Pasien terlihat membatasi aktivitasnya
·         Pemeriksaan diagnostik:-
o   ESR: meningkat-
o   FR:>1:80Positif(80%)-
o   JDL : Anemia sedang-
o   LED: 85 mm/h



Faktor Pencetus
¯
Inflamasi Kronis Pada Tendon,
Ligamen juga terjadi deruksi jaringan
¯
Fagositosis ektensif 
¯
Panus
¯
Kartilago dirusak
¯
Nekrosis Sel
¯
Erosi sendi danTulang
¯
Nyeri


Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan destruksi sendi
DS:
·         Pasien merasa tidak nyaman
·         Pasien mengatakan susah bergerak
DO:
·         Pasien merasa tidak nyaman
·         Pasien mengatakan susah bergerak
·         KU: Lemah
·         TTV:
·         Suhu tubuh : 37 C
·         Denyut Nadi : 60 kali /menit
·         Pernafasan : 18 kali /menit
·         Tekanan Darah : 90/70mmHg
·         Edema pada sendi digitimanus, warna kemerahan.
·         Skala nyeri 7
·         Pasien terlihat gelisah
·         Pasien terlihat membatasi aktivitasnya
·         Pemeriksaan diagnostik:-
o   ESR: meningkat-
o   FR:>1:80Positif(80%)-
o   JDL : Anemia sedang-
o   LED: 85 mm/h


Factor pencetus
¯
Inflamasikronis pada tendon,ligament juga terjadi deruksi jaringan
¯
Akumulasi sel darah putih
¯
Terbentuk nodul rematoroid ekstrasinovium
¯
Kerusakan sndi progesif
¯
Deformitas sendi
¯
Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas berhubungan dengan deformitas skeletal
DS:
·         Pasien mengatakan tangannya sulit bergerak dan kaku
·         Aktifitas normal dibantu orang lain
DO:
·         Pasien merasa tidak nyaman
·         Pasien mengatakan susah bergerak
·         KU: Lemah
·         TTV:
·         Suhu tubuh : 37 C
·         Denyut Nadi : 60 kali /menit
·         Pernafasan : 18 kali /menit
·         Tekanan Darah : 90/70mmHg
·         Edema pada sendi digitimanus, warna kemerahan.
·         Skala nyeri 7
·         Pasien terlihat gelisah
·         Pasien terlihat membatasi aktivitasnya
·         Pemeriksaan diagnostik:-
o   ESR: meningkat-
o   FR:>1:80Positif(80%)-
o   JDL : Anemia sedang-
o   LED: 85 mm/h



Factor pencetus
¯
Inflamasi kronis pada tendon, ligament juga terjadi deruksi jaringan
¯
Pembentukan jaringan parut
¯
Kekauan sendi
¯
Rentang gerak berkurang
¯
Atrofi otot
¯
Gangguan citra tubuh

Ganggua cira tubuh berhubungan dengan perubahan penampialan dan kemampuan untuk melakukan tugas umum

DIAGNOSE KEPERAWATAN
1.      Kerusakan mobilitas berhubungan dengan deformitas skeletal d/d Ds dan Do
2.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan destruksi sendi d/d Ds dan Do
3.      Ganggua cira tubuh berhubungan dengan perubahan penampialan dan kemampuan untuk melakukan tugas umum d/d Ds dan Do
DIGNOSA PRIORITAS
1.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan destruksi sendi d/d Ds dan Do
2.      Kerusakan mobilitas berhubungan dengan deformitas skeletal d/d Ds dan Do
Ganggua cira tubuh berhubungan dengan perubahan penampialan dan kemampuan untuk melakukan tugas umum d/d Ds dan Do
 
 
 




ASUHAN KEPERAWATAN
NO
DX
INTERVENSI
RASIONAL
WAKTU
IMPLEMENTASI
EVALUASI
1
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan destruksi sendi d/d Ds dan Do

Mandiri:
-Selidiki keluhan nyeri,catatlokasi dan intensitas(skala0-10).




-Berikan matras/kasarkeras,bantal kecil.Tinggikanlinen tempat tidur sesuaikebutuhan






-Biarkan pasien mengambilposisi yang nyaman padawaktu tidur atau duduk dikursi.Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi




-tempatkan /pantau penggunaan bantal



-dorong untuk sering mengubah posisi


-anjurkan untuk mandi air hangat


Kolaborasi:
-Berikan obat-obat sesuai petunjuk seperti:
Asetilsalisilat(aspirin),D-penisilamin(Cuprimine),Antasida

-Membantu dalammenentukan kebutuhanmenejemen nyeri danefektifitas program.





-Matras yanglembut/empuk.bantal yangkeras akan mencegahpemeliharaan kesejajarantubuh yangtepat,menempatkan strespada sendi yangsakit.Peninggian linentempat tidur menurunkantekanan pada sendi yangterinflamasi/nyeri.


-Pada penyakitberat/eksaserbasi,tirahbaring mungkin diperlukan(sampai perbaikan objektif didapat) untuk membatasi nyeri cidera sendi






-mengistirahatkan sendi yang sakitdan mempertahankan posisi netral.


-mencegah terjadinya kelehan umum dan kekakuan sendi


Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas.


Men urunkan nyeri
08.00







08:15











08.15









08.18




08.25



08:35



09:00
-Menyelidiki keluhan nyeri,catatlokasi dan intensitas(skala 0-10).


-Memberikan matras/kasarkeras, bantal kecil.Tinggikan linen tempat tidur sesuaikebutuhan





-Membiarkan pasien mengambilposisi yang nyaman padawaktu tidur atau duduk dikursi.Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi

-Menempatkan /memantau penggunaan bantal

-Mendorong untuk sering mengubah posisi

-menganjurkan untuk mandi air hangat


Memberikan obat-obat sesuai petunjuk seperti:
Asetilsalisilat(aspirin),D-penisilamin(Cuprimine),Antasida

S: pasian mengatakan nyeri dan kaku berkurang

O: normal

A: masalah teratasi

P: intervensi di hentikan
2
DX:
Kerusakan mobilitas berhubungan dengan deformitas skeletal d/d Ds dan Do

-Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari tidak terganggu.


-Bantu dengan rentanggerak aktif/pasif,demikian juga latihan resistif danisometrik jika memungkinkan


-ubah posisi pasien sesering mungkin



-anjurkan penggunakan bantal tipis dibawah leher



-dorong pasien mempertahankan posur tegak dan duduk



-Berikan lingkungan yang aman

Kolaborasi
-berikan matras / busa pengubah tekanan

Berikan obat sesuai indikasi
Agen antireumetik

Steroid



 -Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan,mempertahankan kekuatan.





-Mempertahankan/meningk atkan fungsi sendi,kekuatanotot,dan staminaumum.Catatan: latihantidak adekuat menimbulkan




-Menghilangkan tekanan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi


-Mencegah fleksi leher





-Memaksimalkan fungsi sendi




-Mencegah cidera akibat kecelakaan / jatuh


-Menurunkan tekanan imobilitas



-Untuk mengatasi reumatik

-Unuk menekan inflamasi sistemik akut
08.15










08.30







08.35




08.46






08.50



08.55




09.10



10.00


-mempertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari tidak terganggu.
-membantu dengan rentanggerak aktif/pasif,demikian juga latihan resistif danisometrik jika memungkinkan

-mengubah posisi pasien sesering mungkin


-menganjurkkan penggunakan bantal tipis dibawah leher


-mendorong pasien mempertahankan posur tegak dan duduk

-memberikan lingkungan yang aman

Kolaborasi
-memberikan matras / busa pengubah tekanan

-memberikan obat sesuai indikasi
Agen antireumetik

Steroid
S:
pasien mengatakan nyeri berkurang,
Sudah bias istirahat,
Dan sudah merasa nyaman

O:
normal

A:
masalah teratasi

P;
intervensi dihentikan

3
Ganggua cira tubuh berhubungan dengan perubahan penampialan dan kemampuan untuk melakukan tugas umum d/d Ds dan Do

Mandiri:
-Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.


-Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien atau orang terdekat.Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam menfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.





-Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.


-Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh


Kolaborasi
-Rujuk pada konseling psikiater


membantu pasien untuk mengontrol rasa takut secara langsung





Membantu pasien untuk mengtahui persepsi diri trhadap orang lain dan kehidupannya











Membantu pasin untuk memahami pandangan orang lain terhadap dirinya sendiri




 Membantu pasien untuk memahami dirinya sendiri






Membantu memberikan dukungan terhadap pasien /orang terdekat untuk proses jangka panjang

10:25







10:40













10:45







11:30







13:00
-mendorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.


-mendiskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien atau orang terdekat.Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam menfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.


-Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.

-Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh

Kolaborasi
-Rujuk pada konseling psikiater

S:
Pasien memahami kondisi yang di alaminya

O:
Pemahaman pasien kembali normal


A:
Masalah teratasi

P:
Intervensi dihentikan