ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN PENYAKIT KRITIS
UNIVERSITAS
SARI MUTIARA INDONESIA
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Kelompok I panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
Anugerah-Nya Kelompok III dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN PENYAKIT KRITIS” sesuai
pada waktunya.
Kelompok
8 juga tidak lupa berterimakasih kepada Ns.Rosetty,S.Kep, sebagai dosen
pengajar Mata kuliah Komunitas II atas
pemberian tugas ini.
Kelompok
8 juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat belajar lebih mendalam dalam
pembahasan materi ini
“TAK
ADA GADING YANG TAK RETAK”, demikian juga Kelompok menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat kesalahan disana – sini. Oleh
karena itu, Kelompok 8 sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca yang budiman demi kesempurnaan makalah ini dimasa
yang akan datang.
Akhir
kata Kelompok 8 mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan kita semua dan bermanfaat bagi kehidupan kita terutama dalam aplikasi
asuhan keperawatan.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses menua (aging) merupakan suatu
perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan
bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang
terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu,
kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations),
ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami
bersamaan dengan proses kemunduran (http://inna-ppni.or.id/index.php).
Keperawatan gerontik berkisar pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional lansia, diagnosa, perencanaan dan implementasi
perawatan dan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan yang teridentifikasi;
dan mengevaluasi kekefektivan perawatan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Keperawatan gerontik secara holistik
menggabungkan aspek pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai macam disiplin
ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan
spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia ke arah
perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan
kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup lansia baik dalam kondisi sehat, sakit
maupun kelemahan serta memberikan rasa aman, nyaman, terutama dalam menghadapi
kematian.
Hal yang pertama perawat lakukan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada lansia adalah pengkajian. Menurut Potter
& Perry, (2005), pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan
ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (kliaen) dan
sumber skunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar
untuk diagnosa keperawatan.
Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan
dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan,
praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien.
Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan terutama dengan
masalah kesehatan utama yang dimiliki pasien, sehingga data yang didapatkan
relevan dengan asuhan keperawatan yang akan dijalankan pada pasien tersebut.
Penggunaan format pengkajian standarisasi dianjurkan, karena dapat memberikan
tanggung gugat minimal dari profesi keperawatan. Penggunaan format pun
memastikan pengkajian pada tingkat yang komprehensif (Potter & Perry,
2005).
Pernahkah kita menghitung berapa persen orang
yang menderita penyakit kritis pada masa lansia? dengan semakin rendahnya
kualitas lingkungan, makanan dengan bahan pengawet dan zat kimia, rasio ini
semakin hari semakin tinggi. Jantung, kanker, stroke, sudah menjadi bahasa
sehari2 penyiar berita. Berapa banyak orang disekitar kita yang menderita
penyakit kritis?
Me-manage resiko adalah bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan sekarang. Dan ini adalah fungsi asuransi yang
sangat penting. Dengan berasuransi berarti kita menimalkan dampak resiko dan
mengalihkannya kepada pihak lain.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka
dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan
gerontik dengan penyakit kritis ?
1.Tujuan
Umum
Tujuan
umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mendapatkan gambaran nyata
mengenai asuhan keperawatan gerontik dengan penyakit kritis ?
2.Tujuan
Khusus
Adapun
tujuan khusus penulisan laporan ini adalah untuk mendapatkan gambaran nyata
tentang:
a)
Pengkajian
data yang menunjang masalah keperawatan gerontik dengan penyakit kritis
b)
Diagnosa
keperawatan pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
c)
Rencana
keperawatan untuk masing-masing diagnosa keperawatan pada pasien gerontik denganpenyakit
kritis ?
d)
Pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
e)
Pelaksanaan
evaluasi pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
D. MANFAAT
1.Manfaat
Teoritis
Laporan
ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan
pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
2.Manfaat
Praktis
a.Bagi
Penulis
Laporan
ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan
pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
b.Bagi
Keperawatan
Karya
tulis ini dapat digunakan sebagai masukan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
gerontik pada pasien gerontik dengan penyakit kritis ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI
Gerontik/Gerontologi/Geriatrik. Keperawatan
Gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu
& kiat/tehnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual &
kultural yang holistic yang di tujukan pd klien lanjut usia baik sehat maupun
sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Penyakit
Kritis adalah penyakit yang diderita oleh individu yang sewaktu-waktu
dapat mangancam jiwa, maupun mengancam financial.
B. KLASIFIKASI LANSIA
1.
DepKes RI membagi Lansia sbb :
a.
Kel. Menjelang Usia lanjut (45-54 th)
sbg masa vibrilitas
b.
Kel. Usia Lanjut (55-64 th) sbg
Presenium
c.
Kel. Usia Lanjut (65 th <) sbg Masa
Senium
2.
Sedangkan WHO Lansia dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a.
Usia Lanjut ® 60 -70 th
b.
Usia Tua ® 75 – 89 th
c.
Usia sangat lanjut ® > 90 th.
C.
PROSES MENUA
Pada
hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun
secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal
ini diartikan:
1. Bebas dari penyakit
fisik, mental dan sosial,
2. Mampu melakukan
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3. Mendapat dukungan
secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yangmenuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1. Ketidakberdayaan
fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2. Ketidakpastian
ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3. Membuat teman baru
untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4. Mengembangkan
aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5. Belajar
memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan
gerak.
Lanjut
usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar
tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan
fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan
dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang
dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam
menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1. Minat sempit
terhadap kejadian di lingkungannya.
2. Penarikan diri ke
dalam dunia fantasi
3. Selalu mengingat
kembali masa lalu
4. Selalu khawatir
karena pengangguran,
5. Kurang ada motivasi,
6. Rasa kesendirian
karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7. Tempat tinggal yang
tidak diinginkan.
Di
lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
D.
TEORI PROSES MENUA
1. Teori – teori
biologi
a. Teori genetik dan
mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut
teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel)
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c. Reaksi dari
kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di
dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology
slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem
imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh
dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e. Teori stres
Menua
terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal
bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel
yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan
organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2. Teori kejiwaan
sosial
a. Aktivitas atau
kegiatan (activity theory)
1.
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia
b. Kepribadian
berlanjut (continuity theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan
(disengagement theory)
Teori
ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak
sosial
3. berkurangnya kontak
komitmen
E. PERMASALAHAN YANG
TERJADI PADA LANSIA
Berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara
lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1.
Permasalahan umum
a. Makin
besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya
kelompok masyarakat industri.
d. Masih
rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e. Belum
membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2.
Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya
proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya
integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya
produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya
lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya
nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f. Adanya
dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik
lansia
F.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUAAN
1) Hereditas
atau ketuaan genetik
2) Nutrisi
atau makanan
3) Status
kesehatan
4) Pengalaman
hidup
5) Lingkungan
6) Stres
G. PERUBAHAN – PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
1.
Perubahan
fisik
Meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
1. Sel
a. Lebih
sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya
b. Berkurangnya
jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler
2. Sistem
persarafan
a. Berat
otak menurun 10-20%, lambat dalam respon untuk bereaksi
b. Berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran mengecilnya saraf penciuman dan perasa.
3. Sistem
pendengaran
a. Membran
timpani menjadi atrofi
b. Pendengaran
bertambah menurun
4. Sistem
penglihatan
a. Sfingter
pupil timbul skelorosis dan hilangnya respon terhadap sinar
b. Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang
5. Sistem
kardiovaskular
a. Elastisitas
dinding aorta menurun
b. Katup
jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan
jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan
elastisitas pembuluh darah
e.
TD meiningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer.
6. Sistem
pengaturan temperatur tubuh
a. Hipotermia
di akibatkan oleh metabolism yang menurun
b.
Keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem
respirasi
a. Otot
– otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
b. O2
pada arteri pada arteri menurun menjadi 75 mmhg co2 pada arteri tidak berganti.
8. Sistem
gastrointestinal
a. Rasa
lapar menurun, enzim lambung menurun
b. Peristaltik
lemah dan biasanya timbul konstipasi
9. Sistem
reproduksi
a. Pada
perempuan menciutnya ovari dan uterus, atrofi payudara
b. Pada
laki laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan
berangsur angsur.
10. Sistem
genitourinaria
a. Ginjal:
nefron mengecil dan menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,
berat jens urine menurun.
b.
Vesika urinaria: otot otot menjadi lemah, kapasitas menurun sampai 200 ml
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lansia sehingga meningkatnya retensi urin.
11. Sistem
endokrin
a. Produksi
dari hamper semua hormone menurun
b. Menurunnya
aktifitas tiroid
12. Sistem
integumen
a. Kulit
mengkerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak
b. Mekanisme
proteksi kulit menurun, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungasinya
13. Sistem
musculoskeletal
a. Tulang
kehilangan cairan dan makin rapuh, kifosis
b. Serabut
serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot otot
kram dan menjadi tremor.
2. Perubahan mental
a. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental :
b. Pertama-tama
perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
c. Kesehatan
umum
d. Tingkat
pendidikan
e. Keturunan
(hereditas)
f. Lingkungan
g. Gangguan
syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
h. Gangguan
konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
i. Rangkaian
dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
j. Hilangnya
kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep dir.
3. Perubahan spiritual
Agama
atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
H. DIAGNOSIS PENYAKIT PADA LANSIA
Membuat
diagnosa penyakit pada lansia pada umumnya lebih sukar dibandingkan pasien usia
remaja atau dewasa. Oleh karena menegakkan diagnosis pasien lansia kita perlu
melakukan observasi penderita agak lebih lama, sambil dengan mengamati dengan
cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya yang juga sering kali tidak
nyata. Dalam hal ini allo- anamneses dari keluarga harus digali.
Seringkali sebab penyakitnya bersifat berganda dan kumulatif, terlapes satu
sama lain ataupun saling mempengaruhitimbulnya (Suriyadi, 2003)
I. PENYAKIT KRITIS YANG DIDERITA
LANSIA
a.
Stroke
b.
Diabetes Tipe 2
c.
Osteoporosis
d.
Kanker Payudara
e.
Alzheimer
f.
Melanoma
g.
Hipertensi
h.
Gagal jantung kongesti
i.
Athritis
j.
Penyakit arteri koroner
k. Osteoarthritis
l.
Aterosklerosis
m.
Kanker
n.
katarak
o.
Dan lain-lain
Kasus
Seorang pasien w berumur 65
th datang kerumah sakit di medan, yang
diantar oleh anaknya mengatakan kelemahan,
letih, napas pendek, jantungnya
berdebar kencang, pusing, dan leher bagian belakangnya sakit dan nyeri, setelah
dilakukan pemeriksaan pesien mengalami peningkatan frekuensi jantung, perobahan
irama jantung, takipnea, TD 190/120, HR 88x/menit, RR 20x/menit, dan terdapat
edema, pasien tampak gelisah, pucat,sianosis. pusing di rasakan satu hari
sebelum datang kerumah sakit, setelah memakan daging yang dibuat oleh anaknya.
Selama di rumah sakit pasien kelihatan enggan menggerakkan lehernya, dan selalu
mengkerutkan keningnya.
. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data Subjektif
• Klien mengatakan kelemahan, letih, napas pendek
• Klien mengatakan jantungnya berdebar kencang
• Klien mengatakan pusing
• Klien mengatakan leher bagian belakangnya sakit dan nyeri
Data Objektif
• Frekuensi Jantung meningkat
• Perubahan irama jantung
• Takipnea
• Pasien tampak enggan menggerakkan leher,
• Pasien tampak slalu mengkerutkan kening
1. Pengkajian
Data Subjektif
• Klien mengatakan kelemahan, letih, napas pendek
• Klien mengatakan jantungnya berdebar kencang
• Klien mengatakan pusing
• Klien mengatakan leher bagian belakangnya sakit dan nyeri
Data Objektif
• Frekuensi Jantung meningkat
• Perubahan irama jantung
• Takipnea
• Pasien tampak enggan menggerakkan leher,
• Pasien tampak slalu mengkerutkan kening
•Pasien tampak pucat, sianosis
• TD 190/120, mmhg
• TD 190/120, mmhg
• HR
88x/menit
• RR meningkat (di atas normal> 20 kali/menit)
• Terdapat edema pada kedua kaki
• RR meningkat (di atas normal> 20 kali/menit)
• Terdapat edema pada kedua kaki
1. ANALISA
DATA
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
||||||||||||
DS :
- klien mengeluh psing dan sakit di
belakang leher
DO
:
-
klien terlihat segan untuk menggerakan kepala
- Klien
tamapak mengkerutkan kening
|
Resistensi pembuluh darah perifer meningkat
Tekenen darah meningkat
Tekanan vaskular meningkat
nyeri
|
Nyeri
|
||||||||||||
DS : -
DO :
TD : 180/110 mmhg
HR : 60x/mnt
RR : 28x/mnt
UEdema pada ke dua
kaki
|
Elastisitas pembuluh darah menghilang, katup
jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun
Kontraksi jantung menurun
Volume darah keseluruh tubuh menurun
Penurunan curah jantung
|
Resiko terhadap penurunan curah jantung
|
DS : klien
mengatakan lelah saat beraktifitas, dan sesak nafas
DO:
- klien telihat
lemah
-Enggan untuk
bergerak
|
Suplai darah kejantung menurun
Gangguan suplai darah keseluruh tubuh
Sel-sel darah dalam tubuh berkurang
Suplai O2 berkurang
Kelemahan
Intoleransi aktifitas
|
Intoleransi aktifitas
|
|||||||||||||||
DO
: -
DS :
-
obstruksi pembuluh darah otak.
-Frekuensi
Jantung meningkat
- Perubahan irama jantung |
Gangguan mikroinfark di jaringan
obstruksi pembuluh darah otak
Gangguan perfusi jaringan cerebral
|
Gangguan
perfusi jaringan cerebral
|
Diagnosa Keperawatan
1.
Pada klien dengan Hipertensi dapat ditentukan diagnosa sebagai berikut:
Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 ke miokardium menurun ditandai dengan nyeri dada.
Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 ke miokardium menurun ditandai dengan nyeri dada.
2.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung ditandai dengan
curah jantung menurun.
3.
Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen sekunder
akibat penurunan curah jantung ditandai dengan kelelahan dan kelemahan.
4.
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan mikroinfark
di jaringan ditandai dengan obstruksi pembuluh darah otak.
Diagnosa Prioritas
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal
jantung ditandai dengan curah jantung menurun.
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan gangguan mikroinfark di jaringan ditandai dengan obstruksi pembuluh
darah otak.
3. Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 ke
miokardium menurun ditandai dengan nyeri dada.
4. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan
insufisiensi oksigen sekunder akibat penurunan curah jantung ditandai dengan
kelelahan dan kelemahan.
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
Nama Pasien :
ny
x Diagnosa : HIPERTENSI
Umur / jenis kelamin :
65tahun / perempuan Kamar : Mawar
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana Tindakan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
||
Tujuan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
||||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan gagal jantung ditandai
DS : -
DO :
TD : 180/110 mmhg
HR : 60x/mnt
RR : 28x/mnt
UEdema pada ke dua
kaki
Gangguan
perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan mikroinfark di jaringan
ditandai
DO
: -
DS :
-
obstruksi pembuluh darah otak.
-Frekuensi
Jantung meningkat
- Perubahan irama jantung
Nyeri
akut berhubungan dengan suplai O2 ke miokardium menurun ditandai dengan
DS :
- klien mengeluh psing dan sakit di
belakang leher
DO
:
-
klien terlihat segan untuk menggerakan kepala
- Klien
tamapak mengkerutkan kening
Intoleran
aktivitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen sekunder akibat penurunan
curah jantung ditandai dengan
DS : klien
mengatakan lelah saat beraktifitas, dan sesak nafas
DO:
- klien telihat
lemah
-Enggan untuk
bergerak
|
Curah
jantung kembali normal
Perfusi
jaringan cerebral kembali normal
Mengurangi
dan menghilangkan rasa nyeri
Intoleransi
aktivitas kembali normal
|
Mandiri
1. Observasi
tekanan darah.
2. Catat keberadaan, kualitas
denyutan sentral dan perifer.
3. Auskultasi
tonus jantung dan bunyi napas.
4. Amati
warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler
5. Catat
adanya edema umum / tertentu.
Kolaboratif
1. Berikan terapi antihipertensi, diuretik.
Mandiri
1. Pantau
/ catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya / standar.
2. Letakkan
kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
Kolaboratif
1. Berikan oksigen sesuai indikasi.
2.
Berikan obat sesuai indikasi vasodilatasi
3. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar
dilantin.
Mandiri
1. Anjurkan
pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyeri dada.
2. Kaji
dan catat respon pasien / efek obat.
3. Observasi
gejala yang berhubungan, contoh : dispnea, mual/muntah, pusing, palpitasi,
keinginan berkemih.
4. Letakkan
pasien pada istirahat total selama episode angina.
5. Tinggikan
kepala tempat tidur bila pasien nafas pendek.
Kolaboratif
1. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
2.
Berikan antiangina sesuai indikasi.
Mandiri
1.Kaji respon
pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per
menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah
aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik
meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang
berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
2. Instruksikan
pasien tentang teknik penghematan energi misalnya menggunakan kursi saat
mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan aktivitas dengan perlahan.
3.Berikan
dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
|
1. Perbandingan
dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan /
bidang masalah vaskuler.
2. Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi. Deunyut
pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena
3. S4
umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium,
perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya
krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik
4.Adanya
pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan
dekompensasi / penurunan curah jantung
5. Dapat
mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
1.Menurunkan
tekanan darah.
1. Mengetahui
kecenderungan tingkat kesadaran.
Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri
2. Menurunkan
tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi cerebral
1.Menurunkan
hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah cerebral dan tekanan
meningkat.
2. Digunakan untuk memperbaiki
sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme.
3. Memberikan
informasi tentang keefektifan pengobatan / kadar terapeutik.
1.
: Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangsang sistem
saraf simpatis untuk mengeluarkan sejumlah besar norepinefrin yang
meningkatkan agregasi trombosit dan mengeluarkan tromboxane A2. ini
vasokonstriktor poten yang menyebabkan spasme arteri koroneryang dapat
mencetus , mengkomplikasi dan/atau memperlama serangan angina.
2. Memberikan
informasi tentang kemajuan penyakit.
3. Penurunan curah jantung merangsang
sistem saraf simpatis/parasimpatis, menyebabkan berbagai rasa/sensasi dimana
klien tidak dapat mengidentifikasi apakah berhubungan dengan episode angina.
4. Menurunkan kebutuhan oksigen
miokard untuk meminimalkan nekrosis jaringan.
5.
Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan nafas pendek
berulang.
1. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard.
2.
Menurunkan angina dengan menurunkan kerja jantung.
1. Menyebutkan parameter membantu
dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila ada
merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2.Teknik
menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
|
Jam
09:00
1. Mengkaji
tekanan darah
2.
Mencatat keberadaan kualitas denyutan dan perifer
3.
Mengauskultasi
Tonus
jantung dan bunyi napas
4. mengamati
kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler
5. MenCatat
adanya edema umum / tertentu
1.Memberikan
terapi antihipertensi, diuretik.
Jam
10:45
1.MemanPantau
/ catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya / standar.
2. Meletakkan
kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
1.Memberikan
oksigen sesuai indikasi.
.
2.
memberikan obat sesuai indikasi vasodilatasi
3. Memantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar
dilantin.
Jam
02:00
1.Mengannjurkan
pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi nyeri dada.
2.Mengkaji
dan mencatat respon pasien / efek obat.
3.mengObservasi
gejala yang berhubungan, contoh : dispnea, mual/muntah, pusing, palpitasi,
keinginan berkemih.
4. MeLetakkan
pasien pada istirahat total selama episode angina.
5. Meninggikan
kepala tempat tidur bila pasien nafas pendek.
1. MemBerikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
2.
Berikan antiangina sesuai indikasi.
Jam
02:45
1.MengKaji
respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20
kali per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata
selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan
diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan dan
kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
2.MengInstruksikan
pasien tentang teknik penghematan energi misalnya menggunakan kursi saat
mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan aktivitas dengan perlahan.
3.Memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
|
S: Klien mengatakan lebih baik
O: TD 140/90 mmhg
RR 80x/mnt
A:
Masalah tertasi
P:
Tidak ada
S: Klien mengatakan lebih baik
O: Tidak ada obstruksi darah ke otak
A:
Masalah tertasi
P:
Tidak ada
S: Klien mengatakan nyeri kepala dan nyeri di
belakang leher sudah hilang
O: Klien
tampak lebih baik
-tekanan darah menurun 130/90 mmhg
A:
Masalah tertasi
P:
Tidak ada
S: Klien mengatakan dapat melakukan aktifitas
O: Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
A: Masalah teratasi
P: Tidak ada
|
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Proses menua (aging) merupakan suatu
perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan
bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Gerontik/Gerontologi/Geriatrik. Keperawatan
Gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu
& kiat/tehnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual &
kultural yang holistic yang di tujukan pd klien lanjut usia baik sehat maupun
sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Penyakit
Kritis adalah penyakit yang diderita oleh individu yang sewaktu-waktu
dapat mangancam jiwa, maupun mengancam financial.
Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia1.Perubahan
fisik2. Perubahan mental
Meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
2.
SARAN
Saran
dari kelompok 8, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terutama dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien. Kami juga menyarankan agar
membaca buku-buku yang ada di perpustakaan untuk melengkapi dan memperluas
wawasan pembaca dalam asuhan keperawatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar